Teori Belajar Humanistik

Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan selama tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara optimal.

Teori humanistik dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi daipada bidang pendidikan. Sifat teori ini yang ideal mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran. Semua komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan kepada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri. Beberapa ahli yang menganut aliran humanistik, diantaranya (Budiningsih, 2004) adalah :

1. Kolb. Kolb membagi tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu:

  • Tahap pengamalan konkrit. Tahap ini merupakan tahap awal dalam peristiwa belajar. Pada tahap ini seseorang mampu mengalami suatu peristiwa sebagaimana adanya, namun belum mampu memahami hakekat peristiwa yang dialaminya tersebut.
  • Tahap pengamatan aktif dan reflektif. Tahap ini seseorang semakin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya, berupaya mencari jawaban dan memikirkan sebuah peristiwa yang telah dialaminya.
  • Tahap konseptualisasi. Pada tahap ini seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya.
  • Tahap eksperimentasi aktif. Pada tahap ini seseorang melakukan eksperimentasi secara aktif, sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori, atau aturan-aturan dalam situasi nyata.

Tahap-tahap belajar tersebut oleh Kolb dilukiskan sebagai sebuah siklus yang berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran orang yang belajar. Proses peralihan dari satu tahap ke tahap belajar selanjutnya seringkali terjadi begitu saja, sulit untuk ditentukan kapan terjadinya.

2. Hubermas. Menurut Hubermas belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hubermas membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu :

  • Belajar teknis (technical learning), yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungannya secara benar. Pengetahuan dan keterampilan apa yang dibutuhkan dan perlu dipelajari agar dapat menguasai dan mengelola lingkungan alam sekitarnya dengan baik.
  • Belajar praktis (practical learning), yaitu belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dengan baik. Kegiatan belajar ini lebih mengutamakan interaksi yang harmonis antar sesama manusia.
  • Belajar emansipatoris (emancipatory learning), yaitu menekankan pada upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya.

Gagne dan Brigs menyatakan bahwa pendekatan humaistik adalah pengembangan nilai-nilai dan sikap pribadi yang dikehendaki secara sosial dan pemerolehan pengetahuan yang luas tentang sejarah, sastra, dan pengolahan strategi berpikir produktif. (Soemanto, 2006).

Kegiatan belajar yang dirancang sistematis, tahap demi tahap secara ketat, kondisi belajar yang diatur dan ditentukan, mungkin saja berguna bagi guru, namun tidak berarti bagi siswa. Hal tersebut tidak sejalan dengan teori humanistik. Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa, diperlukan inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri. Maka siswa akan mengalami belajar eksperensial (experential learning).

Tinggalkan komentar